MAKALAH
Hemodialisa
Guna memenuhi tugas Anatomi Fisiologi Manusia
Dosen pengampu : Syaiful Hayat M, Sc
Disusun oleh :
Nama : Lia Ariani
Kelas : VI C
NPM : 08320085
PROGAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULATAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
IKIP PGRI SEMARANG
2011
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Penderita yang mengalami disfungsi ginjal akan menjalani Hemodialisa untuk membantu menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit pada tubuh, juga membantu mengekskresikan zat-zat sisa atau buangan.
Saat ini dengan teknologi medis yang semakin berkembang, pemenuhan kebutuhan dan pemahaman yang lebih baik tentang gagal ginjal dan proses dialisa, pasien dapat menjalani gaya hidup yang sehat. Pasien dalam keseharian dapat menjalani aktivitas secara normal dengan pengobatan hemodialisa secara rutin dan teratur.
Pasien yang menjalani dialisa memerlukan makanan dan obat khusus. Nafsu makan penderita menurun dan terjadi kehilangan protein selama dialisa peritoneal, karena itu penderita biasanya memerlukan diet tinggi protein (secara kasar sebanyak 1 gram/kg BB). Asupan natrium dan kalium harus dibatasi sampai 2 gram/hari. Asupan makanan kaya fosfat juga harus dibatasi. Asupan cairan pada penderita yang memiliki kadar natrium rendah harus dibatasi. Sangat penting untuk melakukan penimbangan berat badan setiap hari. Penambahan berat badan yang berlebihan menunjukkan terlalu banyaknya asupan cairan.
Pada penderita gagal ginjal sering dijumpai tekanan darah tinggi. Pada 50% penderita, hal ini bisa diatasi secara sederhana dengan membuang sejumlah cairan selama dialisa. Sedangkan pada penderita lainnya perlu diberikan obat-obatan untuk menurunkan tekanan darah.
- Permasalahan
· Apa yang dimaksud dengan Hemodialisa ?
· Bagaimanakah proses kegiatan Hemodialisa ?
· Indikasi apa yang terjadi dari kegiatan Hemodialisa ?
· Konta diksi apa yang terjadi dari kegiatan Hemodialisa
· Komplikasi apa yang kemungkinan terjadi dari kegiatan Hemodialisa?
- Tujuan
· Mengetahui deskripsi tentang Hemodialisa
· Mengetahui bagaimana proses kegiatan Hemodialisa
· Mengetahui Indikasi apa yang terjadi dari kegiatan Hemodialisa
· Mengetahui Konta diksi apa yang terjadi dari kegiatan Hemodialisa
· Mengetahui Komplikasi apa yang kemungkinan terjadi dari kegiatan Hemodialisa
BAB II
PEMBAHASAN
- Pengertian
Hemodialisa berasal dari kata hemo = darah, dan dialisa = pemisahan atau filtrasi. Pada prinsipnya hemodialisa menempatkan darah berdampingan dengan cairan dialisat atau pencuci yang dipisahkan oleh suatu membran atau selaput semi permeabel.
Terapi hemodialisa adalah suatu teknologi tinggi sebagai terapi pengganti untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu dari peredaran darah manusia seperti air, natrium, kalium, hidrogen, urea, kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain melalui membran semi permeabel sebagai pemisah darah dan cairan dialisat pada ginjal buatan dimana terjadi proses difusi, osmosis dan ultra filtrasi (Setyawan, 2001).
Sedangkan menurut Tisher dan Wilcox (1997) hemodialisa didefinisikan sebagai pergerakan larutan dan air dari darah pasien melewati membran semipermeabel (dializer) ke dalam dialisat. Dializer juga dapat dipergunakan untuk memindahkan sebagian besar volume cairan. Pemindahan ini dilakukan melalui ultrafiltrasi dimana tekanan hidrostatik menyebabkan aliran yang besar dari air plasma (dengan perbandingan sedikit larutan) melalui membran. Dengan memperbesar jalan masuk pada vaskuler, antikoagulansi dan produksi dializer yang dapat dipercaya dan efisien, hemodialisa telah menjadi metode yang dominan dalam pengobatan gagal ginjal akut dan kronik di Amerika Serikat (Tisher & Wilcox, 1997).
Hemodialisa memerlukan sebuah mesin dialisa dan sebuah filter khusus yang dinamakan dializer (suatu membran semipermeabel) yang digunakan untuk membersihkan darah, darah dikeluarkan dari tubuh penderita dan beredar dalam sebuah mesin diluar tubuh. Hemodialisa memerlukan jalan masuk ke aliran darah, maka dibuat suatu hubungan buatan antara arteri dan vena (fistula arteriovenosa) melalui pembedahan (NKF, 2006).
Metode pencucian darah dengan mengunakan peritoneum (selaput yang melapisi perut dan pembungkus organ perut). Selaput ini memiliki area permukaan yang luas dan kaya akan pembuluh darah. Zat-zat dari darah dapat dengan mudah tersaring melalui peritoneum ke dalam rongga perut. Cairan dimasukkan melalui sebuah selang kecil yang menembus dinding perut ke dalam rongga perut. Cairan harus dibiarkan selama waktu tertentu sehingga limbah metabolic dari aliran darah secara perlahan masuk ke dalam cairan tersebut, kemudian cairan dikeluarkan, dibuang, dan diganti dengan cairan yang baru.
Pada hemodialisa, darah penderita mengalir melalui suatu selang yang dihubungkan ke fistula arteriovenosa dan dipompa ke dalam dialyzer.
Untuk mencegah pembekuan darah selama berada dalam dialyzer maka diberikan heparin.
Untuk mencegah pembekuan darah selama berada dalam dialyzer maka diberikan heparin.
Di dalam dialyzer, suatu selaput buatan yang memiliki pori-pori memisahkan darah dari suatu cairan (dialisat) yang memiliki komposisi kimiayang menyerupai cairan tubuh normal. Tekanan di dalam ruang dialisat lebih rendah dibandingkan dengan tekanan di dalam darah, sehingga cairan, limbah metabolik dan zat-zat racun di dalam darah disaring melalui selaput dan masuk ke dalam dialisat. Tetapi sel darah dan protein yang besar tidak dapat menembus pori-pori selaput buatan ini. Darah yang telah dicuci lalu dikembalikan ke dalam tubuh penderita.
Dialyzer memiliki ukuran dan tingkat efisiensi yang berbeda-beda.
Mesin yang lebih baru sangat efisien, darah mengalir lebih cepat dan masa dialisa lebih pendek (2-3 jam, sedangkan mesin yang lama memerlukan waktu 3-5 jam). Sebagian besar penderita gagal ginjal kronis perlu menjalani dialisa sebanyak 3 kali/minggu.
Mesin yang lebih baru sangat efisien, darah mengalir lebih cepat dan masa dialisa lebih pendek (2-3 jam, sedangkan mesin yang lama memerlukan waktu 3-5 jam). Sebagian besar penderita gagal ginjal kronis perlu menjalani dialisa sebanyak 3 kali/minggu.
Hemodialisa dilakukan jika gagal ginjal menyebabkan :
1. Kelainan fungsi otak ( ensefalopati uremik )
2. Perikarditis ( peradangan kantong jantung )
3. Asidosis ( peningkatan keasaman darah ) yang tidak memberikan respon
terhadap pengobatan lainnya.
4. Gagal jantung
5. Hiperkalemia ( kadar kalium yang sangat tinggi dalam darah ).
Adapun tujuan dari kegiatan hemodialisa menurut Havens dan Terra (2005) antara lain :
1. Menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi, yaitu membuang sisa-sisa metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa metabolisme yang lain.
2. Menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang seharusnya dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat.
3. Meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita penurunan fungsi ginjal.
4. Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu program pengobatan yang lain.
- Proses Hemodialisa
Dalam kegiatan hemodialisa terjadi 3 proses utama seperti berikut :
1. Proses Difusi yaitu berpindahnya bahan terlarut karena perbedaan kadar di dalam darah dan di dalam dialisat. Semakian tinggi perbedaan kadar dalam darah maka semakin banyak bahan yang dipindahkan ke dalam dialisat.
2. Proses Ultrafiltrasi yaitu proses berpindahnya air dan bahan terlarut karena perbedaan tekanan hidrostatis dalam darah dan dialisat.
3. Proses Osmosis yaitu proses berpindahnya air karena tenaga kimia, yaitu perbedaan osmolaritas darah dan dialisat ( Lumenta, 1996 ).
Menurut Price dan Wilson (1995) komposisi cairan dialisa (dialisat) diatur sedemikian rupa sehingga mendekati komposisi ion darah normal, dan sedikit dimodifikasi agar dapat memperbaiki gangguan cairan dan elektrolit yang sering menyertai gagal ginjal. Unsur-unsur yang umum terdiri dari Na+, K+, Ca++, Mg++, Cl- , asetat dan glukosa. Urea, kreatinin, asam urat dan fosfat dapat berdifusi dengan mudah dari darah ke dalam dialisat karena unsur-unsur ini tidak terdapat dalam dialisat. Natrium asetat yang lebih tinggi konsentrasinya dalam dialisat, akan berdifusi ke dalam darah. Tujuan menambahkan asetat adalah untuk mengoreksi asidosis penderita uremia. Asetat dimetabolisme oleh tubuh pasien menjadi bikarbonat. Glukosa dalam konsentrasi yang rendah ditambahkan ke dalam dialisat untuk mencegah difusi glukosa ke dalam dialisat yang dapat menyebabkan kehilangan kalori dan hipoglikemia. Pada hemodialisa tidak dibutuhkan glukosa dalam konsentrasi yang tinggi, karena pembuangan cairan dapat dicapai dengan membuat perbedaan tekanan hidrostatik antara darah dengan dialisat.
Ultrafiltrasi terutama dicapai dengan membuat perbedaan tekanan hidrostatik antara darah dengan dialisat. Perbedaaan tekanan hidrostatik dapat dicapai dengan meningkatkan tekanan positif di dalam kompartemen darah dializer yaitu dengan meningkatkan resistensi terhadap aliran vena, atau dengan menimbulkan efek vakum dalam ruang dialisat dengan memainkan pengatur tekanan negatif. Perbedaaan tekanan hidrostatik diantara membran dialisa juga meningkatkan kecepatan difusi solut. Sirkuit darah pada sistem dialisa dilengkapi dengan larutan garam atau NaCl 0,9 %, sebelum dihubungkan dengan sirkulasi penderita. Tekanan darah pasien mungkin cukup untuk mengalirkan darah melalui sirkuit ekstrakorporeal (di luar tubuh), atau mungkin juga memerlukan pompa darah untuk membantu aliran dengan quick blood (QB) (sekitar 200 sampai 400 ml/menit) merupakan aliran kecepatan yang baik. Heparin secara terus-menerus dimasukkan pada jalur arteri melalui infus lambat untuk mencegah pembekuan darah. Perangkap bekuan darah atau gelembung udara dalam jalur vena akan menghalangi udara atau bekuan darah kembali ke dalam aliran darah pasien. Untuk menjamin keamanan pasien, maka hemodializer modern dilengkapi dengan monitor-monitor yang memiliki alarm untuk berbagai parameter (Price & Wilson, 1995).
Menurut PERNEFRI (2003) waktu atau lamanya hemodialisa disesuaikan dengan kebutuhan individu. Tiap hemodialisa dilakukan 4–5 jam dengan frekuensi 2 kali seminggu. Hemodialisa idealnya dilakukan 10–15 jam/minggu dengan QB 200–300 mL/menit. Sedangkan menurut Corwin (2000) hemodialisa memerlukan waktu 3–5 jam dan dilakukan 3 kali seminggu. Pada akhir interval 2–3 hari diantara hemodialisa, keseimbangan garam, air, dan pH sudah tidak normal lagi. Hemodialisa ikut berperan menyebabkan anemia karena sebagian sel darah merah rusak dalam proses hemodialisa.
Price dan Wilson (1995) menjelaskan bahwa dialisat pada suhu tubuh akan meningkatkan kecepatan difusi, tetapi suhu yang terlalu tinggi menyebabkan hemolisis sel-sel darah merah sehingga dapat menyebabkan pasien meninggal. Robekan pada membran dializer yang mengakibatkan kebocoran kecil atau masif dapat dideteksi oleh fotosel pada aliran keluar dialisat. Hemodialisa rumatan biasanya dilakukan tiga kali seminggu, dan lama pengobatan berkisar dari 4 sampai 6 jam, tergantung dari jenis sistem dialisa yang digunakan dan keadaan pasien.
Menurut PERNEFRI (2003) waktu atau lamanya hemodialisa disesuaikan dengan kebutuhan individu. Tiap hemodialisa dilakukan 4–5 jam dengan frekuensi 2 kali seminggu. Hemodialisa idealnya dilakukan 10–15 jam/minggu dengan QB 200–300 mL/menit. Sedangkan menurut Corwin (2000) hemodialisa memerlukan waktu 3–5 jam dan dilakukan 3 kali seminggu. Pada akhir interval 2–3 hari diantara hemodialisa, keseimbangan garam, air, dan pH sudah tidak normal lagi. Hemodialisa ikut berperan menyebabkan anemia karena sebagian sel darah merah rusak dalam proses hemodialisa.
Price dan Wilson (1995) menjelaskan bahwa dialisat pada suhu tubuh akan meningkatkan kecepatan difusi, tetapi suhu yang terlalu tinggi menyebabkan hemolisis sel-sel darah merah sehingga dapat menyebabkan pasien meninggal. Robekan pada membran dializer yang mengakibatkan kebocoran kecil atau masif dapat dideteksi oleh fotosel pada aliran keluar dialisat. Hemodialisa rumatan biasanya dilakukan tiga kali seminggu, dan lama pengobatan berkisar dari 4 sampai 6 jam, tergantung dari jenis sistem dialisa yang digunakan dan keadaan pasien.
Program dialisa dikatakan berhasil jika :
1) Penderita kembali menjalani hidup normal.
2) Penderita kembali menjalani diet yang normal.
3) Jumlah sel darah merah dapat ditoleransi.
4) Tekanan darah normal.
5) Tidak terdapat kerusakan saraf yang progresif ( Medicastore.com, 2006).
Dialisa bisa digunakan sebagai pengobatan jangka panjang untuk gagal ginjal kronis atau sebagai pengobatan sementara sebelum penderita menjalani pencangkokan ginjal. Pada gagal ginjal akut, dialisa dilakukan hanya selama beberapa hari atau beberapa minggu, sampai fungsi ginjal kembali normal.
- Indikasi
Menurut konsensus Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) (2003) secara ideal semua pasien dengan Laju Filtrasi Goal (LFG) kurang dari 15 mL/menit, LFG kurang dari 10 mL/menit dengan gejala uremia/malnutrisi dan LFG kurang dari 5 mL/menit walaupun tanpa gejala dapat menjalani dialisis. Selain indikasi tersebut juga disebutkan adanya indikasi khusus yaitu apabila terdapat komplikasi akut seperti oedem paru, hiperkalemia, asidosis metabolik berulang, dan nefropatik diabetik.
Kemudian Thiser dan Wilcox (1997) menyebutkan bahwa hemodialisa biasanya dimulai ketika bersihan kreatinin menurun dibawah 10 mL/menit, ini sebanding dengan kadar kreatinin serum 8–10 mg/dL. Pasien yang terdapat gejala-gejala uremia dan secara mental dapat membahayakan dirinya juga dianjurkan dilakukan hemodialisa. Selanjutnya Thiser dan Wilcox (1997) juga menyebutkan bahwa indikasi relatif dari hemodialisa adalah azotemia simtomatis berupa ensefalopati, dan toksin yang dapat didialisis. Sedangkan indikasi khusus adalah perikarditis uremia, hiperkalemia, kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik (oedem pulmonum), dan asidosis yang tidak dapat diatasi.
- Kontra Indikasi
Menurut Thiser dan Wilcox (1997) kontra indikasi dari hemodialisa adalah hipotensi yang tidak responsif terhadap presor, penyakit stadium terminal, dan sindrom otak organik. Sedangkan menurut PERNEFRI (2003) kontra indikasi dari hemodialisa adalah tidak mungkin didapatkan akses vaskuler pada hemodialisa, akses vaskuler sulit, instabilitas hemodinamik dan koagulasi. Kontra indikasi hemodialisa yang lain diantaranya adalah penyakit alzheimer, demensia multi infark, sindrom hepatorenal, sirosis hati lanjut dengan ensefalopati dan keganasan lanjut (PERNEFRI, 2003).
- Komplikasi pada Hemodialisa
Komplikasi dalam pelaksanaan hemodialisa yang sering terjadi pada saat dilakukan terapi adalah :
Komplikasi | Penyebab |
Demam | Bakteri atau zat penyebab demam (pirogen) di dalam darah Dialisat terlalu panas |
Reaksi anafilaksis yg berakibat fatal (anafilaksis) | Alergi terhadap zat di dalam mesin Tekanan darah rendah |
Tekanan darah rendah | Terlalu banyak cairan yg dibuang |
Gangguan irama jantung | Kadar kalium & zat lainnya yg abnormal dalam darah |
Emboli udara | Udara memasuki darah di dalam mesin |
Perdarahan usus, otak, mata atau perut | Penggunaan heparin di dalam mesin untuk mencegah pembekuan |
Menurut Tisher dan Wilcox (1997) serta Havens dan Terra (2005) selama tindakan hemodialisa sering sekali ditemukan komplikasi yang terjadi, antara lain :
- Kram otot
Kram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu berjalannya hemodialisa sampai mendekati waktu berakhirnya hemodialisa. Kram otot seringkali terjadi pada ultrafiltrasi (penarikan cairan) yang cepat dengan volume yang tinggi.
- Hipotensi
Terjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian dialisat asetat, rendahnya dialisat natrium, penyakit jantung aterosklerotik, neuropati otonomik, dan kelebihan tambahan berat cairan.
- Aritmia
Hipoksia, hipotensi, penghentian obat antiaritmia selama dialisa, penurunan kalsium, magnesium, kalium, dan bikarbonat serum yang cepat berpengaruh terhadap aritmia pada pasien hemodialisa.
- Sindrom ketidakseimbangan dialisa
Sindrom ketidakseimbangan dialisa dipercaya secara primer dapat diakibatkan dari osmol-osmol lain dari otak dan bersihan urea yang kurang cepat dibandingkan dari darah, yang mengakibatkan suatu gradien osmotik diantara kompartemen-kompartemen ini. Gradien osmotik ini menyebabkan perpindahan air ke dalam otak yang menyebabkan oedem serebri. Sindrom ini tidak lazim dan biasanya terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisa pertama dengan azotemia berat.
- Hipoksemia
Hipoksemia selama hemodialisa merupakan hal penting yang perlu dimonitor pada pasien yang mengalami gangguan fungsi kardiopulmonar.
- Perdarahan
Uremia menyebabkan ganguan fungsi trombosit. Fungsi trombosit dapat dinilai dengan mengukur waktu perdarahan. Penggunaan heparin selama hemodialisa juga merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan.
- Ganguan pencernaan
Gangguan pencernaan yang sering terjadi adalah mual dan muntah yang disebabkan karena hipoglikemia. Gangguan pencernaan sering disertai dengan sakit kepala. Infeksi atau peradangan bisa terjadi pada akses vaskuler.
- Pembekuan darah bisa disebabkan karena dosis pemberian heparinataupun kecepatan putaran darah yang lambat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Suatu mesin hemodialisa yang digunakan untuk tindakan hemodialisa berfungsi mempersiapkan cairan dialisa (dialisat), mengalirkan dialisat dan aliran darah melewati suatu membran semipermeabel, dan memantau fungsinya termasuk dialisat dan sirkuit darah korporeal. Pemberian heparin melengkapi antikoagulasi sistemik. Darah dan dialisat dialirkan pada sisi yang berlawanan untuk memperoleh efisiensi maksimal dari pemindahan larutan. Komposisi dialisat, karakteristik dan ukuran membran dalam alat dialisa, dan kecepatan aliran darah dan larutan mempengaruhi pemindahan larutan (Tisher & Wilcox, 1997).
Dalam proses hemodialisa diperlukan suatu mesin hemodialisa dan suatu saringan sebagai ginjal tiruan yang disebut dializer, yang digunakan untuk menyaring dan membersihkan darah dari ureum, kreatinin dan zat-zat sisa metabolisme yang tidak diperlukan oleh tubuh. Untuk melaksanakan hemodialisa diperlukan akses vaskuler sebagai tempat suplai dari darah yang akan masuk ke dalam mesin hemodialisa (NKF, 2006).
DAFTAR PUSTAKA
Havens, L. Dan Terra, R. P . 2005 . Hemodialysis . Terdapat pada : http://www.Kidneyatlas.org. diakses tanggal 19 Juni 2011
NKF. 2001. Guidelines for hemodialysis adequacy. Terdapat pada: http://www.nkf.com. Diakses tanggal 19 Juni 2011
NKF. 2006. Hemodialysis. Terdapat pada: http://www.kidneyatlas.org. Diakses tanggal 19 Juni 2011
PERNEFRI. 2003. Konsensus dialisis. Sub Bagian Ginjal dan Hipertensi–Bagian Ilmu Penyakit dalam. Jakarta : FKUI-RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo
Price, S. A. & Wilson, L. M. 1995. Patofisiologi Konsep klinis proses-proses penyakit, Edisi 4. Jakarta : EGC
Tisher, C. C. & Wilcox, C. S. 1997. Buku saku nefrologi. Edisi 3. Jakarta : EGC
Lampiran
Keterangan : Alat Hemodialisa dan Ruangan untuk proses Hemodialisa.
Keterangan : Pasien yang melakukan proses Hemodialisa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar